Selasa, 25 Februari 2014

Protes Salah Sasaran?

Menjadi seorang yang kritis akan sebuah permasalahan dan memberikan usulan tentang jalan keluar tentang suatu permasalahan yang terjadi tentunya akan sangat bermanfaat dan tak akan merugikan. Selain itu kita juga akan terlihat 'sedikit' lebih keren karena kita tahu dan bisa membantu orang menyelesaikan permasalahannya. Namun apa jadinya jika kita terlalu kritis, dan terlalu bersikap seolah-olah 'sok tahu'..?? Kita tentu akan dibicarakan, ditertawakan, atau bahkan diolok-olokkan. Ingat pepatah 'Tong kosong nyaring bunyinya?' mungkin predikat itu yang akan kita sandang. Mengerikan.
 
Itu pun yang akhir-akhir ini aku temui di beberapa grup, fanpage, dan fanbase bulutangkis yang dalam tiga tahun terakhir instensif aku ikuti. Diskusi yang ada tak hanya melulu soal pertandingan dan menang-kalahnya pemain di lapangan, tapi juga mengenai tentang sistem kontrak pemain, sistem pengiriman pemain-pemain ke turnamen-turnamen tertentu, pemanggilan (promosi) dan pemulangan (degradasi) yang dilakukan oleh Pelatnas, hingga berita-berita dan gosip-gosip mengenai atlet di luar lapangan bisa menjadi bahan diskusi di grup, fanpage, dan fanbase bulutangkis tersebut. Orang-orang  yang ada di dalamnya juga tentunya bermacam-macam, dengan tipikal argumen dan pendapat yang bermacam-macam pula. 
 
Namun yang disayangkan, entah ini hanya perasaan atau pendapatku pribadi saja atau bagaimana yang jelas yang kurasakan adalah diskusi-disukus yang ada di grup, fanpage, dan fanbase bulutangkis itu bukannya diskusi kritis yang sehat yang dapat menciptakan sebuah iklim berpikir kritis dan menghasilkan sebuah kesimpulan terbuka yang tak merugikan pihak-pihak tertentu namun malah diskusi yang terkesan bersifat judgement, penghakiman tentang baik-buruk, pantas dan tidak pantasnya, atau yang harus dan tidak harusnya sesuatu hal yang terjadi. Selain bersifat judgement, beberapa forum diskusi juga seperti bertindak dan bersikap 'sok tahu' tentang permasalahan yang sedang dibahas.
 
Selain itu sikap kritis yang diperparah dengan bentuk protes-protes 'garis keras' dari para Badminton Lover (BL) yang menurutku sedikit salah sasaran.
 
Adalah Bapak Bambang Roedyanto atau yang lebih akrab disapa Koh Rudi ini sering menjadi sasaran protes dari para BL yang tidak terima dengan keputusan-keputusan yang diambil oleh PBSI. Melalui akun twitternya @broedyanto, bapak yang juga menjabat sebagai Kasubid Hubungan Internasional PP PBSI ini memang cukup aktif memberikan informasi-informasi mengenai program PBSI, kondisi pemain, list pemain yang akan diberangkatkan ke sebuah turnamen, dan atau informasi lain mengenai Pelatnas PBSI.

Sejatinya lewat twitternya, Koh Rudi memiliki tujuan baik agar orang-orang di luaran sana khususnya para BL bisa mengetahui informasi tentang PBSI yang kadangkala informasi tersebut tidak tercover oleh media-media massa besar. Tapi niat baik tersebut seringkali menjadi buah simalakama, menjadi sebuah bumerang bagi Koh Rudi sendiri. Beliau seringkali diprotes, dimaki-maki, bahkan dihujat karena informasi yang dibagikannya. Para BL seringkali menumpahkan protes, emosi, hingga hujatannya pada bapak berkacamata ini
 
Salah satu kasus yang sempat ramai hingga panas dan menjadi perbincangan panas diantara kalangan BL adalah saat promosi-degradasi Pelatnas yang dilakukan akhir tahun 2013 lalu. Tidak dipanggilnya pemain junior potensial, Fitriani untuk masuk Pelatnas dianggap adanya indikasi 'kecurangan' di tubuh PP PBSI bahkan Koh Rudi sempat dituding beberapa BL menjadi orang yang ikut campur tidak dipanggilnya Fitriani ke Pelatnas. Karena memang secara cukup gamblang Koh Rudi memberikan pandangan-pandangannya kepada pemain besutan PB Exist ini.

Fitriani dinilai belum cukup memenuhi kriteria dan standard yang ditetapkan oleh PBSI untuk bergabung secara 'resmi' di Pelatnas Cipayung kendati di beberapa turnamen lokal seperti Sirnas dia berhasil mencapai puncak dan menjadi juara. Sebuah pencapaian yang dianggap (oleh para BL) seharusnya dipertimbangkan oleh pengurus jika dibandingkan dengan pemain-pemain lain (khususnya pemain tunggal putri junior/potensial) yang dipanggil PBSI untuk bergabung di Cipayung. Tapi kembali harus diingat bahwa keputusan untuk seorang pemain dapat bergabung atau tidak di Pelatnas adalah hasil penilaian dari pelatih dan juga Kabid Binpres (Pembinaan Prestasi yang saat ini dipegang oleh Rexy Mainaky).

Koh Rudy yang sangat berbaik hati mau membagikan informasi terkait promosi-degradasi saat itu justru dijadikan tempat pelampiasan kekecewaan para BL (khususnya pendukung Fitriani), dijadikan tempat sasaran protes bahkan sasaran hujatan.
 
Kasus tentang Fitriani ini masih saja terus berlanjut hingga ajang Asian Junior Championship (AJC) yang berlangsung 16-23 Februari 2014 lalu.

Kasus lain yang sangat sering dijadikan bahan protes para BL adalah tentang pengiriman pemain ke sebuah turnamen. Pelatnas PBSI sebagai induk organisasi bulutangkis tentunya memiliki sejumlah kriteria dan beberapa pertimbangan tentang dikirimkan atau tidaknya seorang pemain ke sebuah turnamen tertentu. Melalui rekomendasi pelatih lah, PBSI dapat memutuskan siapa saja pemain yang dikirimkan untuk mengikuti sebuah turnamen.
 
Namun keputusan yang diambil oleh pihak PBSI kadang menjadi kontroversi di kalangan BL. Ada beberapa BL 'kritis' yang kemudian lantang menyuarakan "Kenapa hanya pemain A yang dikirim? Kenapa pemain B tidak juga dikirim padahal pemain B lebih bagus dari A." "Kenapa di turnamen X hanya mengirimkan pemain A, B, C, D, kenapa pemain yang lain tidak juga ikut dikirim?" "Kenapa pemain tidak dikirim ke turnamen Y? Padahal kalau ikut, peluang juara terbuka lebar jika ikut."

Hellaawww.... kalau boleh nih yaa... coba dipikir dong.. ngirim-ngirim pemain untuk ikut turnamen itu gak pake duit apa yak..?? Gak harus mikir biaya pendaftaran, hotel, tiket pesawat, pengurusan paspor-visa, dan lain sebagainya. Dikiranya PBSI duitnya gak terbatas dan gak berseri..?? Pasti ada banyak kendala dan juga pertimbangan untuk mengirimkan pemain ke sebuah turnamen.

Memang, dengan semakin banyak ikut turnamen akan semakin menambah jam terbang dan juga pengalaman bagi seorang pemain. Tapi apa yaa harus diikuti semua dan tidak mempertimbangkan aspek-aspek lain?

Belum lagi protes-protes mengenai pemain-pemain yang dianggap 'mentok' yang tak juga kunjung memberikan kontribusi berupa juara di sebuah pertandingan padahal ia sudah cukup lama bergabung di Pelatnas Cipayung. Atau protes mengenai pemain-pemain junior yang tak juga diturunkan untuk mengikuti sebuah turnamen disaat pemain-pemain junior negara lain seperti China, Jepang, dan Korea sudah mulai diturunkan untuk mengikuti turnamen.

Semua itu kembali pada kebijakan dan keputusan pelatih dan juga binpres.
Istilah "Pelatih lebih tahu" memang dirasa sebagai alasan mudah dan singkat yang bisa diberikan kepada masayarakat awam untuk memberikan alasan dibalik keputusan dikirimkan atau tidaknya pemain pada sebuah turnamen. Begitu juga alasan mengenai promosi dan degradasi pemain. PBSI tentunya tak mau 'rahasia dapur'nya terbuka dengan memberikan alasan yang panjang, lebar, dan (mungkin) juga rumit serta jujur terkait permasalahan pemain dan juga kebijakan yang diambil. Ada batasan dimana alasan dan pejelasan boleh diketahui secara umum ada juga yang tak bisa dan tak boleh diketahui secara umum yang hanya diketahui oleh internal organisasi. Batasan inilah yang seharusnya lebih dipahami dan dimengerti oleh kita para pecinta bulutangkis. Kita yang hanya penikmat dan mengetahui permasalahan hanya dari luarnya saja tak bisa lantas menilai hal itu baik atau buruk, pantas atau tidak pantas, sesuai atau tidak sesuai. Mereka para pelatih dan jajaran pengurus yang ada dalam PBSI-lah yang lebih tahu kondisi yang sesungguhnya.

Secara tugas sebenarnya Koh Rudi tidak ada kewajiban memberikan informasi tentang kegiatan Pelatnas, list pemain yang akan dikirim ke sebuah turnamen, atau informasi-informasi terkait PBSI yang lain. Sebagai Kasubid Hubungan Internasional tugas Koh Rudi (mungkin dan ini sepehamanku tentang tugas kasubid HI. Koreksi ya jika salah.. :D) hanyalah menjalin dan juga menjaga hubungan antara PBSI dengan pihak-pihak di luar negeri seperti kerjasama dengan induk organisasi bulutangkis negara-negara lain, kerjasama dengan negara-negara yang menjadi tuan rumah turnamen untuk izin masuk, tinggal dsb, kerjasama dengan BWF, dan BAC. (mungkin seperti itu)
 
Berikut beberapa petikan tweet Koh Rudi tentang konfirmasi tugas:
 
Baca-nya dari bawah yaa.. info di TL twitter klo baca emang dari bawah. Hehee...
 
So...
Segala hal yang terkait dengan kebijakan pemain itu pada ada pada Kabid binpres dan juga pelatih.
Terkait informasi dan juga hubungan dengan masyarakat (termasuk adanya saran, uneg-uneg, dan mungkin cacian serta hujatan) bisa ditujukan pada Kabid Hubungan Masyarakat atau Humas.

Jadi, masih mau salah sasaran protes kah kalian?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar