Sabtu, 27 Agustus 2011

Dalam Dzikir Kuingat dan Kusebut Namamu dengan Tangis

Laa.. ilaaha.. illallah..
Laa.. ilaaha.. illallah..
Laa.. ilaaha.. illallah..

Dalam balutan malam kumenyebut nama-Mu.
Pada malam ke-27 Ramadhan kubersimpuh di hadapan-Mu.
Dan dalam ketidak berdayaan ku memohon pada-Mu.

Seketika air mata menetes deras tak bisa dibendung. Dada bergetar hebat di sela-sela isak tangis yang tertahankan mengiringi untaian dzikir yang terucap.

Pada awalnya aku menangis karena kemarin adalah malam ke-27 bulan Ramadhan, bulan yang penuh berkah. Malam ke-27 berarti kurang 3 hari lagi bulan ramadhan akan berakhir sementara aku belum ngapa-ngapain selama Ramadhan ini. Ibadah masih acak-acakan, shalat nggak tertib, ngaji jarang-jarang, shadaqah belum sama sekali. Aku jadi ngerasa jadi orang yang paling rugi karena udah nyia-nyiain bulan Ramadhan taun ini gitu aja. Akhirnya dalam dzikir aku berdoa, "Ya Allah, semoga hamba-Mu ini bisa memanfaatkan akhir bulan Ramadhan ini dengan maksimal. Dan semoga bisa bertemu dengan bulan Ramadhan tahun depan."

Setelah menyesali 'kebodohan'ku menyianyiakan Ramadhan, tangisku pecah kembali saat mengingat kedua orang tuaku. Ayah dan Ibu yang udah banyak berkorban buat aku selama ini. Berkorban baik fisik maupun mental, baik harta maupun doa. Tapi apa yang udah aku berikan buat mereka..?? Aku rasa aku belum ngasih apa-apa ke mereka. Aku belum bisa jadi anak yang bisa mereka banggakan. Hasil pendidikanku selama 2 semester terakhir juga dibilang sangat standard. Akhirnya aku berdoa supaya pendidikanku di semester depan diberi kelancaran dan diberi hasil yang maksimal yang pada akhirnya aku bisa ngeraih cita-citaku dan bisa ngebahagiain kedua orang tuaku. *amin*

Masalah ketiga yang bikin aku nangis adalah masalah Twifam. Enggak tau kenapa aku tiba-tiba kepikiran tentang mereka. 15 orang yang belum pernah aku temuin secara fisik. 15 orang yang entah kenapa bisa sangat aku sayang. 15 orang yang udah aku anggep keluarga kedua. Tapi entah kenapa akhir-akhir ini hubungan kami nggak seerat dan se-so sweet dulu. Akhir-akhir ini aku ngerasa diantara kami ada jarak. Udah mulai nge-blok sendiri. Udah gak pernah ngumpul atau ngobrol bareng. Aku pengen semuanya kembali seperti dulu. Akur, kompak, sama-sama. Doa-ku yang paling terakhir saat mikirin twifam adalah "Ya Allah, berikanlah hamba kesempatan untuk bisa bertemu dengan mereka semua."

Tapi satu hal yang hingga saat ini aku tak habis pikir, kenapa seseorang ini masuk dalam pikiranku saat aku seharusnya memikirkan hal-hal yang serius dalam dzikirku.
Aku memikirkan dia, laki-laki yang selama 10 tahun ini (dalam bahasa gaulnya) aku cintai, aku sayangi. Entah mengapa tiba-tiba aku memikirkannya.
Aku sempat merasa berdosa pada Allah, karena aku merasa aku terlalu mencintai makhluknya terlalu dalam. Padahal dalam agama sudah jelas kita tidak boleh mencintai makhluk melebihi cinta kita pada Pencipta. Sampai aku berkata dalam hati..
"Ya Allah, entah ini dosa atau anugerah dari-Mu. Aku mencintai makhlukMu melebihi cintaku padaMu. Jika ini dosa, enyahkan perasaan ini. Tapi jika ini anugerah, kenapa terasa sangat menyakitkan ya Allah..?? Penantian selama 10 tahun..??"
Mengingat 10 tahun, tangis di sela alunan dzikir semakin menjadi.
"Aku yakin perasaan ini adalah anugerah darimu ya Allah. Tapi 10 tahun penantian menjadi sebuah angka yang terlalu lama ya Allah. Hamba-Mu ini mulai tak kuat lagi menahannya. Jika hamba boleh memohon, malam ini hamba ingin Engkau memberikan jawaban yang terbaik. Entah kau mempersatukan kami, atau semakin memisahkan kami. Tapi jika hamba boleh memohon lagi, hamba ingin Engkau mempersatukan kami, agar penantian 10 tahun ini tak menjadi penantian yang sia-sia."
Penantian yang sia-sia.
Selama ini aku tak pernah menangis menghadapi masalah ini, tapi kenapa malam ini aku menangis. Terlebih lagi aku menangis di saat aku berdzikir pada-Mu ya Allah. Apa aku sudah mulai menyerah untuk mempertahankan perasaan ini..??
"Ya Allah, aku benar-benar memohon pada-Mu. Jika perasaan ini memang anugerah dari-Mu, persatukan kami. Jodohkanlah kami."
Aku tahu doa-ku sedikit memaksa. Tapi aku ingat kata ayahku, doa adalah permintaan, jadi jika kau berdoa, pertegas permintaanmu. Jangan meminta yang ambigu.
Akhirnya, saat dzikir sudah berakhir, aku merenung. Kenapa Allah mengingatkan 'dia' dalam dzikirku malam ini..?? Padahal selama ini tak pernah terpikir. Apakah ini suatu pertanda..?? Wallahu'alam.

Tapi mengingat dan menyebut namamu dalam dzikir adalah sebuah keajaiban. 10 tahun penantian dan malam-malam dengan kata-kata penuh kegalauan, akhirnya tercurah semua dalam satu malam. Beriringan dengan dzikir dan tangis.
Semoga kau tahu....

1 komentar: