Rabu, 26 Januari 2011

WHEN THE STORY CONTINUED

CHAPT 4 : SEPAKAT

Seberkas sinar matahari pagi masuk melalui jendela di kamar Renesmee. Semalaman aku berdiam diri memandangi putri kecilku yang tertidur sambil menyesali perbuatan yang telah kulakuakn kemarin. Aku berjanji pada diriku sendiri bahwa hari ini aku tak akan melakukannya lagi.

Masih berdiri di samping boks Renesmee kudengar suara pintu kamar di buka dan langkah kaki masuk ke dalam kamar. Aku enggan untuk menengok karena pasti Edward yang masuk.

“Bella.” Suara seperti dentang lonceng yang familiar menyapaku.

Sontak aku berbalik untuk memastikan bahwa pendengaranku tak salah.

“Alice.” Teriakku tertahan.

“Sstt..” ucap Alice mengingatkanku sambil menempelkan telunjuk kanannya di depan mulut.

Reflek aku menoleh melihat Renesmee. Ia masih lelap dalam tidurnya. Syukurlah ia tidak terganggu dengan kegaduhan kecil yang kuakibatkan.

“Ada apa kau kemari Alice?” tanyaku pada Alice sambil berjalan ke arahnya dan menuntunnya ke luar kamar Renesmee.

“Aku hanya mengkhawatirkan keadaanmu Bella. Tadi tiba-tiba saja kulihat kau menghilang dari visiku. Seharusnya aku mulai terbiasa dengan sensasi ini karena adanya Renesmee, tapi ternyata aku masih tetap saja kaget.” Jawab Alice sambil duduk di sofa di ruang keluarga.

“Tidak ada apa-apa koq.” Jawabku bohong.

“Kau sedang bertengkar dengan Edward ya?” Tanya Alice tiba-tiba.

Mataku membelalak. “Kenapa kau bisa berpikiran seperti itu?” tanyaku balik.

“Sudahlah Bella.. mengaku saja. Kau ini bukan tipe orang yang pandai berbohong.”

Alice memandangiku dengan wajah penasaran. Entah apa yang dilihatnya dalam visinya tentang aku dan Edward. Tapi aku sedang tak mau membicarakannya saat ini, di rumah ini. Dengan kemampuan istimewa Edward semua pembicaraan ini akan diketahuinya. Padahal aku sedang tidak ingin berbagi suasana hati dengan Edward.

“Baiklah Bella aku maengerti. Aku tunggu kau di rumah nanti sore. “ kata Alice kemudian sambil mencium pipiku. “Bye.”

Alice berlari lincah meninggalkan pondokku meskipun ia menangkap suasana hatiku yang kurang bagus. Sebersit penyesalan muncul dalam hatiku. Satu lagi orang yang kukecewakan hari ini.

Aku kembali ke kamar Renesmee dan ternyata Renesmee sudah bangun. Ia sedang membalik-balik buku cerita yang terakhir kami baca sebelum terjadiya konfrontasi dengan keluarga Volturi. Saat aku masuk ia mendogak menatapku.

“Selamat pagi Momma. Tadi sepertinya aku mendengar suara tante Alice. Ada apa dia kesini pagi-pagi Momma? Apakah dia merindukanku dan ingin memberiku baju rancangan terrbarunya?” Tanya Renesmee bersemangat.

“Selamat pagi anak Momma yang paling cantik.” Sapaku kembali sambil merengkuhnya dari dalam boksnya. “Ya tadi tante Alice memang kemari, tapi sayang dia tidak membawa apa-apa untukmu. Sepertinya dia sudah lupa kalau dia mempunyai keponakan.” Ucapku sambil menggoda Renesmee.

“Tante Alice jahat.” Kata Renesmee sambil merengut.

Aku tersenyum melihat ekspresi wajah Renesmee yang kecewa. “Tante Alice tidak jahat koq sayang. Momma yang jahat karena sudah membohongimu.” Kataku sambil mecubit hidung mungilnya.

“Aah Momma.” Rengeknya sambil memukul pundakku.

**

Siang harinya aku bersama Renesmee pergi ke toko bunga untuk untuk membeli beberapa bibit bunga yang akan kami tanam di taman kami. Renesmee sangat senang melihat aneka bunga yang berwarna-warni. Aku pun membebaskan Renesmee memilih bunga-bunga apa yang akan kami tanam nanti. Setelah hampir kurang lebih empat jam aku dan Renesmee berjibaku dengan bunga-bunga yang indah, akhirnya Renesmee menjatuhkan pilihannya pada bunga mawar, lily kuning, tulip ungu dan entah satu jenis bunga yang aku tak tahu namanya tapi memiliki warna yang sangat cantik perpaduan warna merah hati, putih dan sedikit ungu.

Sepulang dari toko bunga aku mampir sebentar ke rumah Charlie. Untung saja saat aku kesana dia sedang berada di rumah karena mengingat hari ini bukan akhir pekan. Ia begitu bahagia menyambut kedatangan kami. Renesmee juga terlihat senang ia bisa mengunjungi ‘Grandpa Charlie’ dan bisa bermain-main bersamanya lagi. Saat Renesmee dan Charlie sibuk bermain bersama diam-diam aku naik ke kamar tidurku, kamar tempat aku menghabiskan masa-masaku sebagai manusia. Disana aku mencoba mengenang masa-masa manusiaku. Masa-masa dimana saat pertama kali Edward datang mengunjungiku, menemaniku tidur, dan kenangan manusiaku yang lain. Saat aku disana tiba-tiba aku mendapatkan ilham akan permasalahan yang aku hadapi sekarang.

Setelah berpamitan dengan Charlie aku segera memacu mobilku kembali ke rumah keluarga Cullen. Aku sudah membuat janji dengan Carlisle dan lainnya untuk membicarakan masalah yang aku hadapi sekarang. Waktu di rumah Charlie tadi aku sengaja tidak memberitahu Charlie apa yang sebenarnya terjadi. Aku lebih suka mendiskusikan semuanya dengan keluarga Cullen daripada harus mendiskusikannya dengan Charlie. Aku menganggap lebih baik Charlie tahu bahwa ‘semuanya beres’.

Ketika aku sampai di rumah dan memarkir mobilku di garasi semua mobil sudah ada di garasi kecuali Mercedes Carlisle dan Porche Alice. Itu berarti Edward sudah di sini dan Alice tidak ada di rumah. Seharian ini tadi aku sengaja memakai mobil ‘Ferrari’ku sendiri karena pagi tadi aku terlalu pengecut untuk bertemu Edward dan meminjam Volvonya karena mengingat ‘perang dingin’ yang terjadi semalam.

“Hai Bells.. Aku melihatmu datang beberapa detik yang lalu.” Sapa Alice sambil melambaikan tangannya tapi matanya masih tetap fokus pada layar komputer. Sepertinya ia sedang mendesain gaun baru. Aku lega ternyata dia ada di rumah.

Rosalie dan Emmet yang sedang mesra menonton DVD romantis juga ikut melambaikan tangan kepadaku. Esme yang ada di ujung ruangan yang sepertinya sedang sibuk merancang desain villa baru mendongak dan tersenyum padaku. Aku kemudian berjalan menghampiri Alice dan berdiri di sebelahnya.

“Dia belum disini. Mungkin masih di rumah sakit bersama Carlisle. Bagaimana menurutmu. Bagus tidak..??” Tanya Alice.

“Bagus..bagus.. itu buat Nessie ya..??” jawab Nessie dengan semangat.

Alice memutar bola matanya. “Ternyata selera fashionmu tinggi sayang. Tante senang mengetahuinya. Kalau begitu dengan senang hati rancangan ini aku berikan padamu, cantik.”

“Yeeaay… terima kasih tante.” Mendengar jawaban Alice wajah Renesmee semakin berbinar-binar. Alice melirikku dan menyunggingkan senyum ‘kemenangan’ sementara aku hanya memutar bola mata. Alice mendapat satu partner fashion lagi.

“Ngomong-ngomong dimana Jasper?” tanyaku pada Alice sambil kami berjalan ke arah sofa di depan televisi.

“Dia sedang menemui J. Jenks. Sepertinya ada bisnis baru.” Jawab Alice santai.

Tiba-tiba kudengar suara mesin mobil masuk ke garasi mobil. “Pasti itu Edward dan Carlisle.” Pikirku. Tapi ternyata itu Jasper. Baru tak lama kemudian suara mesin mobil yang khas, Mercedes milik Carlisle masuk ke halaman dan kemudian berhenti. Sepertinya Carlisle nanti akan kembali ke rumah sakit.

Seperti biasa Carlisle masih tampak tampan dan mempesona walau dia sudah memiliki cucu. Masih menggunakan ‘jas putih’nya menyunggingkan senyum pada kami semua. “Selamat siang semua.” Seraya berjalan ke ujung ruangan dimana Esme berada, mengecupnya mesra dan menyerahkan tas kerja dan ‘jas putih’nya untuk disimpan Esme. Aku iri melihatnya.

Sepasang tangan menyentuh pundakku lembut. Aku terhenyak dan refleks menoleh melihat siapa yang melakukannya. Ternyata itu dia, senyum miring favoritku terpatri di wajahnya. Tak tampak lagi kekecewan, kemarahan dan kesedihan yang kuakibatkan semalam. Hanya senyuman penuh cinta dari suamiku tercinta. Edward Cullen. Aku memegang tangannya membalas senyumnya. Ketegangan semalam mancair sore hari ini. Edward kemudian duduk di sebelahku dan memelukku.

“Aku senang melihat kalian akur lagi seperti itu.” Ucap Carlisle sambil melihatku dan Edward. “Ehm Em, Rose, apa kalian sudah selesai menontonnya?” Tanya Calrlisle pada Emmet dan Rose.

“Memangnya ada apa sih? Sepertinya ada yang terlewatkan olehku.” Bukannya menjawab pertanyaan Carlisle, Emmet malah balik bertanya.

“Sepertinya pasangan bahagia itu sedang tidak ingin diganggu. Kalian membicarakan masalahnya di ruang makan saja.” Ucap Jasper yang tiba-tiba muncul dari ruang makan.

“Apa-apaan kau Jazz.. Ini sebetulnya ada apa? Kenapa hanya kami yang tidak tahu masalahnya?” wajah Emmet yang sedang penasaran terlihat sangat lucu. Aku sampai menahan senyum melihatnya.

“Kau saja yang tidak peka. Kemarin kan Alice sudah cerita.” Jawab Rosalie sambil menjitak kepala Emmet.

Semua yang ada di ruangan itu tertawa melihat Emmet yang dipermalukan Rosalie. Suasana yang aku pikir akan tegang ternyata sangat rileks dan santai. Carlisle dan Esme duduk di sofa di depanku. Jasper yang muncul dari ruang makan tadi sudah bergabug bersama kami. Ia terpaksa duduk di punggung sofa di sebelah Alice sambil memeluk pundak Alice karena sudah tidak kebagian tempat duduk lagi. Setelah keadaan kembali tenang, Carlisle mulai bicara.

“Aku langsung pada inti pembicaraan saja. Karena jujur aku tak punya banyak waktu. Aku harus kembali lagi ke rumah sakit setelah ini. Kami semua paham keinginanmu Bella. Aku, Esme, Rosalie, Alice, Jasper, dan bahkan Emmet juga sempat memikirkan dan membicarakan hal ini tapi kami sepakat tidak ingin memberitahumu sampai kau sendiri yang ingin membicarakannya.”

“Lalu..??” tanyaku penasaran.

“Sebenarnya semua jawabannya sudah ada sejak kau bertemu Charlie beberapa bulan lalu. Tapi itu memang memerlukan kesediaan darimu. Masih ingatkah kau cerita yang disampaikan Edward pada Charlie tentang asal usul Renesmee?” Carlisle balik bertanya padaku.

“Tentu saja aku ingat. Tapi jika kita menggunakan cerita itu berarti status Renesmee hanya akan menjadi anak angkatku dan Edward?”

“Itu satu-satunya cerita logis yang kita punya jika kau tetap ingin menyekolahkan Renesmee disini. Tapi kau masih punya pilihan lain jika kau memang ingin status Renesmee menjadi ‘anak kandung’mu saat pendaftaran sekolah, yaitu kalian pindah keluar kota. Tapi tetap saja kalian harus memalsukan dokumen lagi. Kalian harus merubah tanggal pernikahan kalian jika melihat fisik Renesmee yang seperti sekarang ini. Kalau menurutku status tidak penting Bella, yang penting dia tetap putrimu kan? Disamping itu pembuatan dokumen-dokumen akan lebih mudah jika kau memilih opsi pertama daripada kau memilih opsi kedua. Jika kau memilih opsi pertama, kau dan Edward tinggal membuat surat pengangkatan anak. Tapi jika kau memilih opsi kedua, kau harus mengubah surat-surat pernikahan kalian dan itu lebih rumit. Tadi aku sempat menanyakannya pada J. Jenks.” Jasper menjelaskan.

“Aku berharap kau memilih opsi pertama Bella. Jangan lupa pikirkan Charlie juga.” Esme memberikan sarannya.

“Ya Charlie.. dan juga Jacob.” Entah kenapa tiba-tiba aku teringat Jacob.

“Ngomong-ngomong soal Jacob, kemana anjing itu? Kenapa dia tidak pernah kemari lagi? Aku kangen berkelahi dengannya.” Celetuk Emmet.

“Entahlah.. aku rasa dia sedang sibuk di reservasi. Sibuk mengejar pelajarannya di sekolah yang tertinggal.” Jawabku sambil lalu.

“Baiklah kalau begitu. Apa keputusannya.” Tanya Carlisle menggiring kami kembali ke pokok pembicaraan.

“Hmm… setelah kupertimbangkan memang lebih baik memilih opsi pertama. Aku tetap ingin bersama kalian. Dan juga Charlie.” Jawabku tegas di awal tapi menggantung saat mengucap nama Charlie.

“Daritadi kita membicarakan pilihan-pilihan kita sendiri. Tapi bagaimana menurut si kecil yang akan menjalaninya?” Tanya Rosalie tiba-tiba sambil mengarahkan pandangannya pada Renesmee yang sedari tadi sibuk membaca majalah anak-anak edisi lama. “Bagaimana Nessie? Kau mau tidak?”

“Aaah…ada apa ya tante Rose?” jawab Renesmee polos.

Semua yang ada di ruangan kembali tertawa. Bahkan Emmet sampai tertawa terbahak-bahak hingga ia posisi duduknya melorot dari posisi awal.

“Daritadi kita berdiskusi, ternyata si objek pembicaraan tidak mengerti apa-apa. Benar-benar tidak masuk akal.” Ucap Emmet di sela-sela tertawanya.

“Sungguh aku tidak tahu Unca Em.” Renesmee memandang Emmet dengan tatapan penuh tanda tanya. Kemudian berpaling padaku dan Edward. “Ada apa sih Momma, Daddy..? Kenapa Unca Em menertawaiku seperti itu.”

Aku dan Edward tidak bisa menjawab karena masih tertawa melihat kelakuan Emmet yang ‘aneh’ itu.

“Sudah..sudah.. jangan tertawa lagi. Kasihan Renesmee kan dia jadi bingung.” Ucap Esme kemudian.

“Ada apa Grandma? Kenapa semuanya menertawakan Nessie..?” Renesmee turun dari pangkuanku dan berlari ke arah Esme.

“Tidak apa-apa sayang.” Jawab Esme menenteramkan Renesmee yang kemudian melihat kea rah Emmet. “Emmet, sudah… hentikan!”

“Jadi begini Nessie sayang… Momma, Daddy, Grandma, Grandapa dan semuanya tadi sedang membicarakan kamu. Kira-kira Nessie mau tidak untuk sekolah?” Carlisle-lah yang akhirnya menayakannya pada Nessie.

“Sekolah itu apa Grandpa?”

“Sekolah itu tempat belajar. Jika selama ini Nessie belajar bersama Momma atau Tante Alice di rumah, sekarang Nessie akan belajar di tempat lain dan bersama teman-teman.” Jelas Esme.

“Bersama teman-teman Grandma? Waah, asyik.. itu berarti Nessie akan punya teman bermain selain dengan Momma, Tante Alice, dan tante Rose.”

“Tapi teman-teman Nessie nanti tidak sama dengan Nessie..” jelas Edward, tapi masih menggantung karena tiba-tiba Renesmee sudah berbicara.

“Teman-teman Nessie nanti sama seperti Grandpa Charlie dan Bibi Sue bukan? Tidak apa-apa. Nessie bisa tahan kok.” Jawab Renesmee dengan suara senang yang kemudian tersenyum lebar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar