Sejak selepas Isya, Ari sudah terlelap di kasur kesayangannya. Memang semenjak dia naik ke kelas IX, kegiatannya bertambah padat. Mulai dari les, berlatih sepak bola hingga kerja kelompok yang hampir ada setiap hari. Meskipun begitu, Ari tetap bisa membagi waktunya dengan baik. Ari juga sangat beruntung karena mempunyai dua orang sahabat yang baik hati. Roni dan Grace. Setiap hari mereka menghabiskan banyak waktu bersama untuk berbagi cerita suka maupun duka.
Tengah malam menjelang, tiba-tiba Ari terbangun, ia ingin ke kamar kecil namun saat ia berjalan ke luar kamar, di kejauhan di luar jendela kamarnya terdengar sayup-sayup derap langkah beberapa orang yang sedang terburu-buru ditambah lagi bau wangi kemenyan yang semerbak yang biasanya dijumpai saat upacara pemakaman. Ari yang sudah tak tahan lagi menahan buang air kecilnya berjalan cepat keluar kamarnya sehingga ia tak sempat lagi untuk memikirkan apa yang dilakukan orang-orang di luar sana.
Keesokan harinya saat di sekolah, Ari menceritakan kejadian aneh yang dialaminya semalam kepada kedua sahabatnya.
“Ah…mungkin kemarin kau sedang mengigau.” ucap Roni santai.
“Nggak ah! Terus, apa pendapat kalian?” tanya Ari.
“Yah kalau aku sih… biarkan sajalah, lagipula sebentar lagi kita kan ujian.” Jawab Grace sambil terus menatap buku yang sedang dibacanya. Sementara Roni hanya menggeleng-gelengkan kepalanya.
“Ah, kalian berdua sama-sama menyebalkan. Nggak bisa diajak cari penyelesaian masalah.” gerutu Ari.
“Hellow….apa yang harus dipecahin? Lha wong masalahnya aja gak jelas.” Jawab Roni yang terus meledek.
Akhirnya, Ari menyerah juga. Ia tak kembali membicarakan masalah aneh yang menimpa dirinya dini hari tadi. Namun meskipun begitu Ari tetap tak bisa melupakannya.
Karena rasa penasaran masih saja terus menggelayuti pikirannya, malam ini Ari berniat untuk menunggu dan melihat apa yang sebenarnya terjadi. Sudah dipersiapkannya kondisi fisiknya. Sepulang sekolah setelah makan siang dan shalat dhuhur ia tidur siang, kegiatan yang sangat jarang dilakukannya.
Jam dinding di kamar Ari masih menunjukkan pukul 8 malam tetapi Ari sudah mengakhiri kegiatan belajarnya. Percuma aja belajar, nggak ada satupun kata dari buku yang dibacanya tadi nyangkut di otaknya. Direbahkan tubuhnya di atas tempat tidur, “ah…masih dua jam lagi.” Diraihnya komik Detective Conan yang tergeletak di ujung tempat tidur, seri demi seri selesai dibacanya hingga tak terasa jarum jam sudah menunjukkan pukul 11 malam. Ari beranjak bangun, berjalan menuju meja belajarnya kembali. Dibukanya sedikit korden jendela kamarnya, supaya ia dapat melihat apa yang terjadi di luar. Dengan hati berdebar Ari terus menunggu, namun apa yang diraihnya? Nihil! Karena hingga pukul 1 malam tak ada kejadian yang mencurigakan terjadi.
Semenjak saat itu Ari sudah tak pernah memikirkan masalah itu lagi, ia kembali berkonsentrasi pada sekolahnya. Namun dua minggu kemudian, ketika Ari sedang sibuk mengerjakan tugas Biologinya. Dari kejauhan terdengar serakan langkah kaki yang disusul dengan bau wangi kemenyan yang membuat bulu kuduk berdiri padahal saat itu jam dinding baru menunjukkan pukul 22.30. Diraihnya handphone dari ujung meja belajarnya. Dikirimnya SMS pada kedua orang sahabatnya.
“Ron, Grace, kalian sudah tidur blm?”
Tak berapa lama balasan SMS dari Grace masuk.
“Blm, memangnya knp?”
“Hal yg aq critain minggu lalu k’ulang lg.” balas Ari
“Hah…..?? Masa’ sih?”
“Iya bneran! Kayaknya bntar lg mrka mo lwt dpn rmhQ, mgkn bentar lg lewat rmh km jga. tunggu ja!”
Grace tak juga membalas SMS terakhir Ari. Dengan jantung berdegup kencang Ari mengintip keluar dari sela korden yang dibukanya. Apa yang dilihatnya? Dua orang berjalan sangat mencurigakan, menengok ke kanan ke kiri seolah takut akan diketahui orang lain, empat orang di belakangnya mengusung keranda jenazah dan dua orang lainnya berjalan biasa saja namun dengan membawa sesuatu di tangannya. “Astaghfirullah….Innalillahi wa inna ilaihi roji’un….siapa yang meninggal? Tapi mengapa tidak ada pengumuman dari musholla?” gumam Ari yang masih mendekap handphonenya. Ari tak mampu berbuat apa-apa, ia kaget sekali. Pikirannya menerawang jauh memikirkan berbagai hal yang mungkin terjadi terkait dengan hal yang baru saja dilihatnya.
“Ar, kmu bener. Aq smpe takut nih!” SMS dari Grace.
“Udah percaya kan? Tp ya udah deh klo gtu. Kita bahas lagi bsk di skul. Ok? Good night Grace.”
“Ar, apa nih yang harus kita lakuin? Aku yakin banget kalau ada yang nggak beres dengan kelakuan orang-oarang itu.” Tanya Grace mengawali pembicaraan keesokan harinya di sekolah.
“Aku juga masih belum tau nih. Tapi, apa nggak sebaiknya kita lapor aja ke Ketua RT?” jawab Ari.
“Sebaiknya jangan dulu deh Ar, soalnya kita belum punya bukti yang kuat. Lagipula mereka juga tergolong orang baru di desa kita. Kita juga belum tau betul apa yang sebenarnya mereka lakukan kemarin malam.”
Tak lama kemudian datanglah Roni. Grace dan Ari segera saja menceritakan apa yang mereka lihat semalam. Awalnya Roni tak percaya namun setelah melalui perdebatan dan negosiasi yang panjang percayalah Roni pada cerita Grace dan Ari. Sejauh pembicaraan yang dilakukan oleh ketiga sahabat itu belum juga ditemukan bagaimana langkah yang paling baik untuk melaporkan apa yang mereka lihat. Namun tiba-tiba saja Grace memberikan ide yang sedikit berbahaya, memata-matai kegiatan mereka. Karena menurut cerita Roni yang rumahnya hanya berjarak 50 m dari rumah orang-orang yang mencurigakan itu, mereka sering sekali bertindak aneh, jarang bergaul, dan cenderung menutup diri.
Untuk memuaskan rasa penasaran yang dialaminya, Ari pun menyetujui saja ide yang diberikan Grace. Sepulang sekolah mereka bertiga diam-diam mengamati rumah yang mereka curigai. Benar apa yang diceritakan Roni, rumah itu sepi seolah tak ada yang menempati. Namun ketika Ari, Roni, dan Grace berniat masuk ke halaman rumah untuk menyelidiki lebih jauh tentang apa yang terjadi di dalam rumah, tiba-tiba saja muncul seorang laki-laki bertubuh tegap muncul dari samping rumah.
“Ada apa kalian ada di sini?” bentak laki-laki itu.
“Maaf Mas, kita kesini cuma mau mencari kucing saya yang kabur. Tapi sepertinya dia tidak kesini. Permisi Mas….” Jawab Roni.
“Ya!” jawabnya dingin.
Setelah itu ketiganya kembali pulang ke rumah Roni. Mengamati dari jauh apa yang terjadi di rumah tersebut. Tak ada kegiatan yang mencurigakan selain datangnya sebuah mobil box yang mengangkut barang-barang yang terbungkus dengan karung goni. Ari, Grace, dan Roni tak mampu menebak barang apa yang ada di dalam karung goni itu.
Keesokan harinya kembali mereka mengintai rumah itu dari rumah Roni, tetap saja tak tampak ada kegiatan yang begitu berarti, hanya saja mobil box yang kemarin datang mengirimkan barang hari ini tak tampak datang lagi. Begitu juga hari-hari berikutnya.
Hingga seminggu kemudian pengintaian masih saja mereka lakukan, namun kali ini rasa penasaran mereka akhirnya terjawab juga. Apa yang sebenarnya terjadi di dalam rumah itu. Hari itu mobil box pengangkut barang pesanan penghuni rumah itu datang, namun saat memindahkan barang yang ada di dalam mobil ke dalam rumah, ada seorang petugas yang tidak berhati-hati memindahkan barang tersebut yang menyebabkan sebagian dari isi karung yang dibawanya tertumpah keluar. “Apa itu?!!”. Ari, Grace, dan Roini tak bisa melihat dengan jelas benda apa yang tertumpah itu.
“Kita harus bergerak hari ini juga.” Kata Ari.
“Yah benar. Aku penasaran banget dengan orang-orang itu. Pasti ada yang nggak beres disana” Jawab Grace.
“Kalau begitu nanti malam kita menyusup ke rumah mereka untuk mencari bukti.”
“Sip!”
Malam harinya ketiga sahabat itu menyelinap ke dalam rumah itu. Dengan peralatan seperti senter, handphone, dan kamera mereka nekat masuk. Keadaan dalam rumah sepi sekali. Namun betapa terkejutnya mereka ketika masuk ke ruang tengah. Di sana ditemukan keranda jenazah yang sudah tertutup rapi dan siap untuk di usung. Namun….apa yang ada di dalamnya? Jika di dalamnya adalah jenazah…..mengapa tak ada warga yang melayat? Pasti ada yang tak beres.
“Ada orang datang! Cepat sembunyi!” suruh Grace.
Delapan orang yang dilihat Ari empat minggu yang lalu masuk ke dalam ruangan. Sepertinya mereka akan menjalankan aksi. Benar saja, empat orang di antara mereka mengangkat keranda jenazah tersebut, dan yang lainnya menmpati tempatnya masing-masing.
Ketiga sahabat itu pun mengikuti kemana kedelapan orang itu pergi. Ternyata mereka pergi ke ujung desa, menuju hilir sungai yang disana sering digunakan untuk jalur transportasi dengan desa tetangga. Di sana sudah ada sebuah perahu dan empat orang. Diturunkannya keranda jenazah yang mereka usung. Kemudian dibukanya. Astaga….ternyata mereka itu adalah kawanan pengedar narkoba! Apa Pak RT sudah tahu tentang masalah ini? Tanpa berpikir lama mereka bertiga memutuskan kembali untuk memberitahu Pak RT dan warga desa lainnya, namun malang nasib mereka karena terburu-burunya ingin segera memberitahu warga lain mereka malah menimbulkan kegaduhan tersendiri yang disadari oleh kawanan pengerdar barang haram itu. Dengan sekuat tenaga ketiganya lari namun Grace berhasil tertangkap oleh salah satu anggota kawanan pengedar narkoba itu.
Ari dan Roni akhirnya sampai di rumah Pak RT. Karena hari sudah larut malam mereka harus ekstra keras dan sabar menunggu Pak RT membuka rumahnya. Setelah Pak RT mempersilahkan mereka masuk, mereka langsung saja menceritakan apa yang baru saja mereka alami. Pak RT kemudian menelepon polisi untuk meminta bantuan supaya kawanan pengedar narkoba tersebut segera diringkus.
Tak berapa lama kemudian polisi datang. Banyak warga yang semula sudah terlelap kembali terjaga dan berhamburan keluar rumah untuk mengetahui apa yang sedang terjadi. Polisi segera menuju tempat kejadian. Ari dan Roni berdoa semoga kawanan pengedar narkoba itu bisa tertangkap dan Grace tetap bisa terselamatkan.
Dari kejauhan terdengar beberapa letusan tembakan. Hati para penduduk terlebih Ari dan Roni semakin berdegup kencang. Dua jam kemudian, polisi kembali dan berhasil menangkap sepuluh kawanan pengedar narkoba itu. Tapi dimana Grace?